Jumat, 20 Agustus 2010

Melawan Penyakit Udang dengan Telur Ayam

Melawan Penyakit Udang dengan Telur Ayam

Kamis, 07 Januari 2010

White spot syndrome virus (WSSV) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi momok bagi petani tambak udang putih.

Namun dengan kuning telur ayam, serangan penyakit ini bisa diatasi. Perikanan dari tambak mendominasi kapasitas produksi budi daya perikanan nasional.

Produksi dari tambak tersebut mencapai 38 persen dari produksi total budi daya perikanan. Budi daya perikanan di kolam memberikan kontribusinya sekitar 19 persen.

Sisanya, 29 persen berasal dari budi daya laut dan lain-lain. Tambak tidak hanya menempati urutan pertama dalam kapasitas produksi, tetapi juga mampu mendulang omzet hingga 13,8 triliun rupiah pada 2004.

Nilai tersebut menjadikan produksi tambak menempati posisi puncak dalam perolehan rupiah, dibandingkan dengan budi daya perikanan lainnya Produk andalan dari tambak, salah satunya adalah udang. Kapasitas produksi dan nilai jualnya disebut-sebut memberikan kontribusi tertinggi di sektor perikanan.

Selama periode Ja nuari-Desember 2004, misalnya, kontribusi udang terhadap ekspor hasil perikanan mencapai 125.596 ton dari seluruh ekspor hasil perikanan Indonesia yang mencapai 713.960 ton. Dengan begitu, udang memberikan kontribusi sekitar 17,6 persen dari total 52,9 persen ekspor hasil perikanan.

Data dari Direktorat Jenderal Perikan an Budi Daya mencatat bahwa penjualan udang itu juga mampu meraih penjualan hingga 779,8 juta dollar AS dari seluruh nilai total ekspor hasil perikanan Indonesia yang sebesar 1.473 juta dollar AS.

Salah satu spesies yang berkontribusi besar terhadap pro duksi perikanan budi daya dari sektor pertambakan itu adalah udang putih (Penaeus vannamei).

Saat ini, sekitar 90 persen tambak membudidayakan jenis udang tersebut. Meski demikian, bukan berarti petani tambak mudah membudidayakan udang ini.

Berbagai kendala membuat kepala petani tambak menjadi pening. Kendala itu antara lain serangan penyakit yang acap kali menjangkiti udang-udang peliharaan.

Faktor utama penyebab penyakit ini adalah kerusakan lingkungan yang diyakini peneliti mempercepat timbulnya penyakit. Walhasil, para petani meradang gara-gara udang-udang pe liharaan mereka banyak yang mati oleh penyakit.

White spot syndrome virus (WSSV) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi momok bagi petani tambak udang putih. Penyakit WSSV ini menyebabkan infeksi pada udang putih dan penularannya berlangsung dengan sangat cepat. Penyakit bintik putih atau white spot syndrome merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus WSSV.

Penyakit ini menyebabkan adanya bintik putih pada karapas udang dan keenam segmen abdominalnya. Selain itu, udang mengalami pembengkakan pada organ hepatopankreas, sehingga membuatnya menjadi kuning.

Bila tidak segera ditangani, lama-kelamaan warna udang menjadi kemerahan dan selanjutnya mati dalam waktu 3-10 hari.

Tingkat kematian udang yang terkena infeksi WSSV mencapai 70-90 persen. Ujung-ujungnya petani tambak pun mengalami kerugian.

Temuan Imunisasi Berpijak dari hal itu, para peneliti melakukan beragam penelitian dalam mengendalikan penyakit tersebut.

Tim peneliti Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), misalnya, mengembangkan penelitian dengan memberikan imunisasi pasif dengan Imunoglobulin-Y (yolk immunoglobulin) pada udang putih.

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Murtini, Retno D Soejoedono, Okti N Putri, dan Heru dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB ini mengaplikasikan antibodi spesifik terhadap WSSV pada kuning telur Imunoglobulin-Y (Ig-Y) yang diformulasikan dalam pakan udang untuk mengendalikan penyakit WSSV itu.

Sri Murtini menjelaskan penelitian penggunaan (Ig-Y) dilakukan terhadap berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri, baik pada hewan te restrial maupun akuatik. Namun belum banyak ilmuwan yang meneliti penyakit yang disebabkan oleh virus pada ikan dan udang. Penelitian, lanjut Sri, diawali dengan memproduksi Ig-Y pada ayam.

“Caranya dengan memvaksinasi ayam dengan virus WSSV dengan dosis tertentu.” Tiga pekan pascavaksinasi tersebut, peneliti menemukan antibodi anti WSSV pada serum ayam. Selanjutnya, satu pekan setelah vaksinasi keempat, peneliti kembali menemukan antibodi anti WSSV dalam kuning telur ayam.

Antibodi anti WSSV dalam kuning telur ini diuji dengan AGPT. Tim peneliti dari IPB tersebut pun menguji serum ayam setelah divaksinasi. Kuning telur ayam yang diuji ternyata meng andung Ig-Y yang mampu berfungsi sebagai antibodi terhadap virus WSSV.

Ig-Y merupakan imunoglo bulin atau protein antibodi yang akan bekerja untuk meminimalisiasi serangan virus WSSV dan membuat virus tidak dapat menginfeksi inang udang putih.

Caranya dengan membuat telur yang sudah mengandung Ig-Y anti WSSV ini menjadi pakan udang. Sri dan koleganya melakukan pengujian pakan udang Ig-Y dengan dosis tertentu pada udang putih yang terinfeksi di dalam tambak.

Dosisnya bervariasi, mulai dari 5 hingga 20 persen. Hasil uji pakan ini ternyata cukup memuaskan. Di tambak yang diberi Ig-Y 20 persen, misalnya, kondisi udang terinfeksi WSSV mulai membaik setelah tiga hari pemberian pakan berkhasiat ini.

Adapun udang yang diberi pakan dengan kandungan Ig-Y lima dan 10 persen mulai membaik kondisinya pada hari kelima. Hasil berbeda terlihat pada udang yang terinfeksi virus dan tidak diberi pakan Ig-Y. Udang seperti demikian mati dalam sepekan.

Daya tahan udang putih terhadap virus WSSV kemudian disimpulkan semakin meningkat dengan pakan Ig-Y. Persentasenya sekitar 50-70 persen dengan tingkat kematian 29-41 persen. Sedangkan tingkat kematian pada udang yang terinfeksi dan tidak diberi pakan mencapai 83 persen. Kematian udang tersebut selanjutnya diuji dengan PCR untuk mendeteksi adanya virus WSSV.

Tujuannya untuk mengetahui sebab- sebab kematian, apakah terkena infeksi WSSV atau karena sebab lainnya. Dari hasil PCR tersebut disimpulkan bahwa ternyata udang putih mati yang diberi pakan anti WSSV tidak ditemukan virus yang dikenal dengan bintik putih ini.

Berdasarkan penelitian ini, tim peneliti menyimpulkan bahwa kuning telur yang mengandung Ig-Y yang dapat diformulasikan dalam pakan udang dan mampu memberikan kekebalan pasif terhadap udang putih yang terinfeksi virus WSSV.
vic/L-4

Sumber www.koran-jakarta.com. Kamis, 07 Januari 2010


Minggu, 08 Agustus 2010

Proposal pkl budidaya vanamei

  1. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan yang merupakan salah satu penghasil devisa bagi negara. Permintaan pasar domestik maupun dari manca negara cenderung mengalami peningkatan, sehingga usaha membudidayakan udang memiliki prospek yang cerah untuk dijadikan bisnis yang menguntungkan.
Menurut Dr. Ir. Endhay Kusnendar, MS, Indonesia pernah menikmati masa keemasan dalam bidang budidaya udang, yaitu pada waktu udang windu masih mudah untuk dipelihara, sekitar tahun 80an hingga pada awal 90an. Namun pada pertengahan tahun 90an dunia pertambakan diguncang prahara yang memilukan. Hampir semua petambak di seluruh tanah air bahkan juga petambak udang di luar negeri mengalami kerugian yang tidak sedikit. Dikarenakan udang windu yang dipeliharanya mati secara masal akibaat serangan virus white spot yang mewabah.
Selanjutnya pemerintah dan petambak mencari solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut, salah satunya dengan memelihara spesies baru yaitu udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001. pada mei 2002, pemerintah memberikan izin kepada dua perusahaan swasta untuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2000 ekor dan benur sebanyak lima juta ekor. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangbiakan oleh hatceri pemula. Sekarang usaha tersebut sudah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang vannamei semakin menigkat.
Udang vannamei di kalangan petambak semakin popular, seiring dengan menurunya produksi udang windu akibat kondisi lngkungan yang buruk. Udang windu sangat rentan terhadap serangan penyakit, itu berbeda dengan udang vannamei yang lebih tahan terhadap serangan penyakit. Selain itu udang vannamei juga lebih tahan terhadap goncangan kondisi lingkungan yang ekstrim, bahkan sekarang sudah ada yang melakukan uji coba membesarkan udang vannamei pada perairan yang kadar garamnya 0 ppm, yang kondisi lingkunganya sangat jauh berbeda dengan habitat aslinya.
Dengan semakin bertambah banyaknya pengusaha tambak di tanah air yang mengganti binatang cultivarnya yang dulunya udang windu diganti dengan udang vannamei dan permintaan pasar akan udang vannamei yang juga terus meningkat yang memicu para petambak untuk dapat memproduksi udang sebanyak-banyaknya, maka diperlukan teknik budidaya udang vannamei yang tepat dan harus ramah lingkungan, agar hasil produksi dapat optimal dan berkesinambungan. Karena dengan memelihara udang secara besar-besaran dikhawatirkan limbah dari proses budidaya akan mencemari lingkungan, dan akan mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya tersebut. Salah satu teknik budidaya yang ramah lingkungan dan dapat diterapkan ialah budidaya pembesaran dengan teknologi semi intensif.
Dalam budidaya udang semi intensif , sebaiknya sistem yang digunakan adalah sistem resirkulasi atau disebut juga dengan sistem tertutup dengan luas rasio luas tambak 40% : 60% antara petak tandon dengan petak pembesaran. Penebaran benih pada teknologi semi intesif tidak terlalu padat, yang dianjurkan adalah 15-40 ekor per meter persegi atau 150.000 – 400.000 ekor per hektar, agar kualitas air lebih mudah dikendalikan, karena sisa metabolisme maupun pakan yang tidak termakan tidak terlalu banyak jumlahnya.

2. Tujuan dan Kegunaan Praktek Kerja Lapangan
Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah untuk mengamati dan mempelajari penerapan teknologi semi intensif pada usaha pembesaran udang di tambak AKBAR Desa Sugihwaras Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur.Dan kegunaan Praktek Kerja Lapangan ialah agar mahasiswa mampu mempraktekan materi yang diperoleh dari perkuliahan. Dan dengan terjun langsung pada dunia usaha akan melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu – ilmunya.

3. Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapangan
Praktek Kerja Lapangan ini akan dilaksanakan pada tanggal 4 Maret – 4 Juni 2009. sedangkan lokasi tempat Praktek Kerja Lapangan berada di Tambak AKBAR Desa Sugih waras Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban.

TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Biologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

1.2.1 Klasifikasi

Udang vannamei digolongkan dalam genus panaeid pada filum Arthropoda. Ada ribuan species di filum ini. Namun yang mendominasi perairan berasal dari subfilum crustacea yaitu memiliki tiga pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo decapoda, seperti Litopenaeus chinensis, L. japonicus, L. monodon, L stilirostris danLitopenaeus vannamei.

Berikut tata nama udang vannamei menurut ilmu taksonomi.

Phylum : Artrhopoda

Kelas : Crustacea

Sub kelas : Melacostraca

Ordo : Decapoda

Familia : Panaeidae

Genus : Panaeus

Sub Genus : Litopenaeus

Species : Litopenaeus vannamei

Sumber : Dr. Ir. Endhay Kusnendar, MS (2006)

2.1.2 Morfologi

Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite dan terdiri dari dua bagian, yaitu thorax (kepala) dan abdomen (perut). Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk aktifitas sebagai berikut:

  1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam Lumpur.
  2. Menopang insang, karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
  3. Organ sensor, seperti pada antenna atau antenula.
  4. Kepala (thorax) udang vannamei terdiri dari antenna, antenula, mandibula dan 2 pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan.

Perut (abdomen) terdiri dari enam ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan dua pasang uropod (exopoda dan endopoda) yang membentuk kipas bersama telson.

Udang vannamei memiliki rostrum yang bergerigi dengan rumus 4/2 atau 8/5. sedangkan untuk membedakan udang jenis ini dengan udang jenis lainya yaitu dala perkembangan rostrum, dimana udang vannamei pada waktu muda memiliki rostrum lebih panjang dan akan lebih pendek jika udang vannamei dewasa.(anonimous, 2000)

2.1.3 Habitat dan Siklus Hidup

Udang vannamei adalah udang asli dari perairan amerika latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di habitat alaminya dia suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari.

Proses perkainan pada udang vannamei ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan, udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung kira-kira satu menit. Sepasang udang vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan telur sebanyak 100.000-250.000 butir.

Siklus hidup udang vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva. Pada stadia naupli larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistim pencernaanya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva ditebar pada bak pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benih mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini pula benih sudah bisa diberi makan yang berupa artemia. Pada stadia mysis, benih udang sudah menyerupai bentuk udang. Yang dicirikan dengan sudah terluhatnya ekor kipas (uropoda) dan ekor (telson). Selanjutnya udang mencapai stadia post larva, dimana udang sudah menyerupai udang dewasa. Hitungan stadianya sudah menggunakan hitungan hari. Misalnya, PL1 berarti post larva berumur satu hari. Pada stadia ini udang sudah mulai bergerak aktif.

2.2 Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vannamei adalah dua parameter tingkat keberhasilan proses budidaya. Karena dua faktor tersebut yang mempengaruhi tonase biomas yang dihasilkan dari proses budidaya.

2.2.1 Kelansungan Hidup

Kelangsungan hidup (survival rate) adalah banyaknya udang yang berhasil hidup hingga masa panen tiba. Yang paling mempengaruhi kelangsungan hidup udang yang dipelihara ialah kondisi lingkungan perairan tambak dan kondisi benur, terutama pada waktu penebaran benur dilakukan. Selain itu terdapatnya predator di tambak juga sangat mengancam kelangsungan hidup udang.(anonim, 2007) Maka sebelum ditebar kualitas air di tambak harus diperhatikan, diusahakan kondisi perairan tambak hampir sama dengan kondisi air pada bak pembenihan benur tersebut. Serta sebelum benur ditebar, hama predator maupun kompetitor harus dibasmi.

2.2.2 Pertumbuhan

Pertumbuhan udang merupakan proses pertambahan panjang dan berat yang terjadi secara bertahap, dimana proses ini sangat dipengaruhi oleh frekwensi ganti kulit (moulting). Moulting akan terjadi secara teratur pada udang yang sehat. Bobot udang akan bertambah setiap kali mengalami moulting.

Moulting dapat terjadi secara masal, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berubah secara tiba-tiba, seperti terjadinya pasang – surut, pergantian air maupun jika terjadi perubahan suhu secara mendadak.

Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan juga sangat mempengaruhi pertumbhan dang. Udang akan tumbuh jika pakan yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup dan pakan tersebut harus memiliki kandungan protein yang tinggi (minimal 35%)

2.3 Kualitas Air

Kualitas air tambak yang baik akan mendukung perkembangan dan pertumbuhan udang vannamei secara optimal.(anonim, 2007) Oleh karena itu kualitas air harus dimonitor secara berkala. Beberapa kualitas air selama budidaya yang harus terus diamati disajikan pada table 1.

Tabel 1. Parameter Kualitas Air

Parameter

Metode atau Alat Uji

Waktu Uji

Angka Referensi

Fisik

1. Suhu

Termometer

Pagi dan Sore

26-30 derajat C

2. pH

PH meter

Pagi dan Sore

7,5 – 8,5

3. Slinitas

Refraktometer

Pagi dan Sore

15 – 30 ppt

4. Oksigen terlarut

DO meter

02 .00 – 05.00

> 3 ppm

5. Kecerahan

Seiccidisk

Siang atau Sore

<>

Kimia

1. Nitrit

Testkit

Siang atau Sore

<>

2. Fosfat

Testkit

Siang atau Sore

1-3 ppm

3. Alkalinitas

Titrasi asam basa

Siang atau Sore

>150 ppm

4. Besi

Testkit

2-3 hari sekali

<>

5. H2S

Spektrofotometer

Berkala seminggu sekali

<>

Biologi

1. Jumlah vibrio patogen

Hitungan cawan

2-3 kali sehari

<>


Sumber : Anonimous (2007)

2.4 Menejemen Pemberian Pakan

Pakan merupakan sumber nutrisi dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Nutrisi digunakan udang untuk pertumbuhan, mempertahankan diri dan untuk bereproduksi.

Pakan merupakan factor yang sangat penting dalam budidaya udang vannamei karena menyerap 60-70 % dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vannamei secara optimal sehingga produktifitasnya bisa ditingkatkan.

Frekuensi maupun dosis pemberian pakan harus disesuaikan dengan kebutuhan udang. Setiap kali pemberian pakan, harus selalu dikontrol menggunakan anco agar dapat diketahui kebutuhan pakan yang sesuai. Sehingga tidak terjadi kekurangan pakan yang dapat menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat maupun kelebihan pakan yang dapat merusak kualitas air.

Tabel 2. Pemberian Pakan Di Saat Awal Penebaran

Stadia

Jumlah Pakan yang Diberikan/100ribu benur/hari

PL 15-20

100

PL 21-25

100-200

PL 25-30

200-400

PL 30-40

400-500

Sumber : Anonimous (1991)

Tabel 3. Presentase Pakan Terhadap Bobot Biomas Udang Untuk Penentuan Jumlah Pakan

Rata-rat bobot udang (g)

Presentase pakan dalam anco dari total pakan

Presentase pakan terhadap BBM (%)

2

2

6-6,5

5

2,4

5,5

10

2,8

4,5

15

3

3,8

20

3,3

3,5

25

3,6

3,2

30

4

2,8

35

44,3

2,5

Sumber : Anonimous (1991)

2.4 Hama dan Penyakit Yang Mungkin Menyerang

Hama dan penyakit adalah salah satu faktor penyebab kegagalan dalam semua kegiatan budidaya, baik itu pembudidayaan tanaman maupun hewan. Dan dalam usaha pembesaran udang vannamei hama dan penyakit yang menyerang sangat beragam. Namun yang paling sering menyebabkan kerugian dalam kegiatan budidaya ialah penyakit yang disebabkan oleh virus, karena jika udang terinfeksi virus maka sedikit kemungkinan udang tersebut untuk dapat hidup lebih lama, dan dalam penularanyapun sangat cepat sehingga jika tidak segera dilakukan pemanenan akan menyebabkan kerugian yang besar.

Ada beberapa virus yang sudah pernah mewabah dan terdeteksi menyerang di Indonesia. Diantaranya ialah : WSSV (White spot sindrom virus), TSV (Taura sindrom virus), YHV, IHHNV, IMNV dan LvNv. Diantara virus-virus tersebut yang paling sering menyerang dan menyebabkan kerugian bagi para petambak ialah WSSV.

Sedangkan untuk hama yang sering mengakibatkan kerugian ialah jenis binatang-binatang pemangsa ikan. Seperti burung pemakan ikan, ular air, kepiting dan yang paling berbahaya ialah ikan predator, yang paling banyak memakan korban.

Untuk mengantisipasi serangan penyakit dilakukan tindakan pencegahan, yaitu dengan menebar benih yang bebas penyakit, mensterilkan lahan tambak dan air yang akan dipergunakan sebagai media, menerapkan biosekuriti, menjaga agar kondisi lingkungan tambak tetap dalam keadaan seimbang, serta memberikan imonostimulan bagi binatang kultivar.

Sedangkan untuk mengantisipasi agar hama baik dari golongan pemangsa maupu dari golongan kompetitor.

3 MATERI DAN METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN

3.1 Materi Praktek Kerja Lapangan

Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah meliputi : benur udang vannamei, pakan udang, air laut, air tawar, bakteri probiotik dan vitamin.

Sedangkan peralatan yang dipakai dalam proses budidaya meliputi : 3 set kincir air, empat set pompa air, cangkul, jala, bak kultur bakteri, aerator, timba, thermometer, ph meter, seccidisc, refraktometer serta masih banyak lagi peralatan untuk mendukung kelancaran Praktek Kerja Lapangan.

3.2 Metode Praktek Kerja Lapangan

Metode yang digunakan didalam Praktek Kereja Lapangan ini adalah metode deskriptif, yaitu mencari data dari beberapa literature untuk dijadikan acuan selama Prakek Kerja Lapangan. Observasi di lapangan untuk memperoleh data-data primer yang terjadi selama kegiatan Praktek Kerja Lapangan. Sedang kegiatan wawancara dilakukan untuk mencari data-data sekunder dengan cara mengadakan Tanya jawab dengan pemilik maupun pandega tambak AKBAR tersebut untuk melengkapi data primer. Untuk studi pustaka dilakukan agar memperoleh bahan acuan yang mendukung dan melengkapi data primer.